Kamis, 08 Januari 2015

review film (serdadu kumbang)


judul                : serdadu kumbang
produksi          : Alenia
produser          : Ari Sihasale
durasi              : 01:42:32
Serdadu Kumbang adalah judul film ini, memiliki durasi 1 jam 41 menit 32 detik,  bercerita tentang kehidupan di desa Mantar, Sumbawa Besar, NTB. Desa ini bisa dikatakan masih jauh dari peradaban. Dari segi ekonomi, teknologi, dan pendidikan sangat jauh tertinggal. Di desa tersebut ada  seorang anak laki-laki bernama Amek yang diperankan oleh Yudi Miftahudin. Ia adalah seorang anak yang masih duduk di bangku SD kelas 5. Ia memiliki bibir sumbing, tapi itu tidak menjadi suatu masalah bagi Amek. Amek adalah anak yang jujur dan suka menolong. Amek memiliki sahabat bernama Umbe (Aji santosa) dan Acan (Fachri Azhari).   
Amek tinggal bersama Ibu (Titi Sjuman), ibu Amek bernama Siti, ia mencari penghasilan dengan cara membuka warung di rumahnya. Amek memiliki kakak perempuan yang bernama Minun. Kakaknya Amek sangat rajin dan pintar. Menjadi juara kelas 2 kali berturut-turut di sekolahnya.  Sedangkan ayah Amek sedang menjadi TKI di Malaysia, ayah Amek bernama Zakariya. Sudah 3x lebaran Ayah Amek tidak pulang. Hal ini membuat Amek menukarkan kambing dengan HP seorang pedagang agar bisa menelpon ayahnya. Amek memiliki Kuda bernama Modi. Ia sangat sayang kepada kudanya. Amek sempat jatuh sakit saat kuda kesayangannya disita oleh Ruslan (penjual jam) karena ulah bapak Amek. Tapi kemudian Modi kembali ke rumah karena hutang bapak Amek dibayari oleh Minun dengan uang tabungannya yang akan digunakan untuk lanjut sekolah ke SMA.
Selain masalah keluarga, Film ini juga menggambarkan pendikan di Indonesia. Dalam film ini ada 3 guru yang memiliki perbedaan dalam mengajar dan memandang sebuah pendidikan. Yang pertama, Imbok  (Ririn Ekawati) sebagai guru kewarganegaraan sangat peduli terhadap anak didiknya. Ia rela mengundurkan diri sebagai guru karena ia tidak setuju jika masih ada kekerasan dalam sekolah. Setelah mngundurkan diri ia mengabdikan dirinya di desa Mantar. Yang kedua, guru yang diperankan oleh Alim (Lukman Sardi), guru yang terkenal disiplin bin killer, yang ketiga Le Roy Osmani sebagai openg beliau guru baik namun hanya bisa taat pada kepala sekolah. Serta kepala sekolah yang hanya mengukur kemampuan murid dari lulus tidaknya ujian yang diperankan dengan baik sekali oleh Dorman Borisman.
Ada satu tokoh dalam film ini yang selalu ikhlas mengajarkan kebaikan. Beliau sosok orang yang tegas dan mampu berkomunikasi dengan baik kepada anak-anak dan masyarakat.  Beliau adalah tokoh Kiai desa yang diperankan oleh Putu Wijaya.  Disini beliau menggambarkan bahwa kebijaksanaan seseorang tidak dapat dibeli dengan gelar sarjana atau jabatan guru, namun hanya diperoleh dari belajar dan kerendahan diri.
Selain tentang pendidikan, film ini menyajikan pesan keagamaan yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari adegan saat akan memasuki waktu ujian orangtua murid datang ke dukun yang berkedok kyai. Ada juga ketika anak-anak di desa Mantar memiliki adat istiadat seperti menulis keinginan mereka dikertas dan dimasukkan ke botol yang kemudian digantung di ranting-ranting pohon besar. Hasil yang mereka tuliskan dapat diambil setelah satu tahun tulisan-tulisan itu menggantung. Kakak Amek, Minun meninggal karena jatuh dari pohon tersebut. Ketika itu Minun ingin mengambil botol yang ia gantung di atas pohon. Setelah kejadian itu masyarakat berbondong-bondong ingin menabang pohon tersebut karena dianggap telah memakan korban. Akan tetapi, pak kyai dan Imbok dapat menenangkan  warga.
Film ini dikemas dengan bahasa yang santai dan natural  dengan dialog yang cerdas dan ada rasa humor didalamnya sehingga membuat penonton terhibur. Akan tetapi, apabila film ini ditontonkan untuk anak-anak akanb terasa sulit untuk menangkap cerita di dalamnyan karena pesan yang disampaikan film terlalu banyak. Ada beberapa bagian film yang alur ceritanya menggantung.
Terlepas dari itu semua, film ini tetap harus dan wajib ditonton. Khususnya bagi seorang guru  dan calon guru. Karena dalam film ini banyak memberikan pesan dan motivasi terhadap guru seperti; (1) harus berpakaian yang baik, (2) memiliki pribadi yang baik, (3) mengetahui psikologi anak , (4) berperan dalam rmasyarakat (5) meluangkan waktu di luar jam pelajaran. 
Klimaks dalam cerita ini membuat air mata saya tak terbendung. Mengingat Amek seorang anak yang memiliki bibir sumbing memiliki cita-cita untuk menjadi seorang reporter terkenal. Kekurangannya tidak menghalanginya untuk terus berlatih menjadi reporter di gubuk tempat ia bermain dengan kedua sahabatnya. Apalagi film ini juga berhasil membuat saya ingin berkunjung ke Desa Mantar dengan gambar-gambar yang berhasil menangkap keindahan Sumbawa. Dan khususnya bisa mendaki gunung rinjani...

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar