Kamis, 27 November 2014

PARADIGMA BARU MANAJEMEN PENDIDIKAN



A.    Paradigma Baru Manajemen Pendidikan
Dalam upaya menjawab kebutuhan dan tantangan dunia global saat ini, paling tidak ada dua aspek dalam sistem pendidikan yang dapat kita jadikan bahan kajian dan kita gali untuk dilakukan perubahan menjadi paradigma baru yang berlaku.
 Aspek pertama adalah dalam hal metode pembelajaran, sejak dahulu metode pembelajaran kita selalu berorientasi dan bersumber hanya kepada guru dan berlangsung satu arah (one way), kita sepakat bahwa metode ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi dengan tanpa mengenyampingkan bahwa Guru itu tetap harus menjadi insan yang patut di Gugu dan di tiru. Sudah saatnya kini orientasi berubah tidak hanya kepada satu sumber saja (Guru), tetapi harus dilakukan berorientai kepada siswa dan secara multi arah, dengan terjadinya proses interaksi ini diharapkan agar siswa menumbuhkan tingkat kepercayaan dirinya, aktif, mau saling bertukar informasi, meningkatkan keterampilan berkomunikasi, berfikir kritis, membangun kerja sama, memahami dan menghormati akan adanya perbedaan pendapat dan masih banyak harapan positif lainnya yang lahir dari adanya perubahan tersebut serta pada akhirnya siswa akan dihadapkan pada realitas yang sebenarnya dalam memandang dan memahami konteks dalam kehidupan kesehariannya.
Aspek kedua adalah menyangkut manajemen lembaga pendidikan itu sendiri, seperti kita alami selama ini dimana pada waktu sebelumnya sekolah hanya bergerak dan beroperasi sendiri-sendiri secara mandiri, maka dalam konteks pembelajaran masa kini dan kedepan setiap sekolah harus mempunyai dan membangun networking antar lembaga pendidikan yang dapat saling bertukar informasi, pengetahuan dan sumber daya, artinya sekolah lain sebagai institusi tidak lagi dipandang sebagai rival atau kompetitor semata tetapi lebih sebagai mitra (counterpart).
                                                               
B.     Fungsi-Fungsi yang Didesentralisasikan ke Sekolah
Secara luas sumber daya yang didesentralisasikan menurut Candoli, Caldwell dan Spink meliputi: “Pengetahuan (knowledge), teknologi (technology), kekuasaan (power), material (material), manusia (people), waktu (time), keuangan (finance)”. Bedjo Sujanto menyatakan bahwa aspek-aspek yang dapat didesentralisasikan ke sekolah meliputi:
1.      Perencanaan dan evaluasi program sekolah
2.      Pengelolaan kurikulum
3.      Pengelolaan proses belajar mengajar
4.      Pengelolaan ketenagaan
5.      Pengelolaan peralatan dan perlengkapan
6.      Pengelolaan biaya pendidikan.
Lebih lanjut Ace Suryadi menyebutkan bahwa “MBS mengandung makna sebagai manajemen partisipatif yang melibatkan peran serta masyarakat, sehingga kebijakan dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama, untuk mencapai keberhasilan bersama”. Kebijakan dan keputusan yang diambil secara partisipasif oleh semua warga sekolah meliputi :
1.      Penyusunan rencana dan program
Sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan, sekolah bertanggung jawab dalam menentukan kebijakan sekolah dalam melaksanakan kebijakan pendidikan sesuai dengan arah kebijakan pendidikan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Sebagai penyelenggara dan pelaksana kebijakan pendidikan nasional, sekolah-sekolah bertugas untuk menjabarkan kebijakan pendidikan nasional menjadi program-program operasional penyelenggaraan pendidikan di masing-masing sekolah.
2.      Penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS)
Sebagai pelaksana pendidikan yang otonom, sekolah berperan dalam menyusun RAPBS setiap akhir tahun ajaran untuk digunakan dalam tahun ajaran berikutnya. Program-program yang sudah dirumuskan untuk satu semester atau satu tahun ajaran ke depan perlu dituangkan dalam kegiatan-kegiatan serta anggarannya masing-masing sesuai pos-pos pengeluaran pendidikan di tingkat sekolah.
3.      Pelaksanaan program pendidikan
Sekolah-sekolah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengurus dan mengatur pelaksanaan pendidikan pada masing-masing sekolah sesuai dengan paradigma MBS. Kepala sekolah diberikan keleluasaan untuk mengelola pendidikan dengan jalan mengadakan serta memanfaatkan sumber daya pendidikan sendiri-sendiri asalkan sesuai dengan kebijakan dan standar yang ditetapkan pusat.
4.      Akuntabilitas pendidikan
Di era demokrasi dan partisipasi, akuntabilitas pendidikan tidak hanya terletak pada pemerintah, tetapi bahkan harus lebih banyak pada masyarakat sebagai stakeholder pendidikan. Disini komite sekolah dapat menyampaikan ketidakpuasan para orang tua murid akan rendahnya prestasi yang dicapai oleh suatu sekolah.
Memperhatikan beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah meliputi:
a.       Perencanaan dan evaluasi program sekolah
b.      Pengelolaan kurikulum
c.       Pengelolaan proses belajar mengajar
d.      Pengelolaan ketenagaan
e.       Pengelolaan peralatan dan perlengkapan
f.       Pengelolaan biaya pendidikan
g.      Pelayanan terhadap Siswa
h.      Interaksi Sekolah dan Masyarakat
i.        Pengelolaan kondisi Sekolah yang lebih kondusif.

C.     Paradigma Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Pemberdayaan sekolah dengan memberi otonomi yang lebih luas di samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat, juga diharapkan dapat dipakai sebagai sarana meningkatkan efisiensi pendidikan. Menurut Hamijoyo desentralisasi, termasuk desentralisasi urusan pendidikan mutlak perlu karena alasan-alasan sebagai berikut:
1.      Wilayah Indonesia yang secara geografis sangat luas dan beraneka ragam
2.      Aneka ragam golongan dan lingkungan sosial, budaya, agama, ras dan etnik serta bahasa
3.      Besarnya jumlah dan banyaknya jenis populasi pendidikan yang tumbuh sesuai dengan perkembangan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, perdagangan, dan sosial budaya
4.      Perluasan lingkungan suasana yang menimbulkan aspirasi dan gaya hidup yang berbeda antar wilayah
5.      Perkembangan sosial politik, ekonomi, budaya yang secara cepat dan dinamis menuntut penanganan segala persoalan secara cepat dan dinamis.
MBS adalah sistem manajemen yang bertumpu pada situasi dan kondisi serta kebutuhan sekolah setempat. Sekolah diharapkan mengenal seluruh infrastruktur yang berada di sekolah, seperti guru, peserta didik, sarana prasarana, finansial, kurikulum, sistem informasi. Komponen-komponen tersebut merupakan unsur-unsur manajemen yang harus difungsikan secara optimal dalam arti perlu direncanakan, diorganisasi, digerakkan, dikendalikan, dan dikontrol.
Dalam MBS, sekolah diharapkan mengenal kekuatan dan kelemahannya, potensi-potensinya, peluang dan ancaman yang dihadapinya, sebagai dasar dalam menentukan berbagai kebijakan pendidikan yang akan diambilnya . Berdasarkan analisis tersebut, lalu sekolah merumuskan kunci sukses dan merumuskan visi, misi, sasaran, dan menyusun strategi serta menetapkan berbagai program pengembangan untuk jangka waktu tertentu yang mungkin berbeda dari sekolah lain. MBS dikembangkan dengan kasadaran bahwa setiap sekolah memiliki kondisi dan situasi serta kebutuhan yang berbeda-beda.
MBS memerlukan upaya-upaya integrasi penyelarasan sehingga pelaksanaan pengaturan berbagai komponen sekolah tidak akan terjadi tumpang tindih, berbenturan, saling lempar tugas dan tangggungjawab.  Menurut Hasbullah pelaksanaan MBS dalam kerangka desentralisasi pendidikan ini memiliki beberapa faktor yang perlu diperhatikan, sebagai berikut:
1.      Sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumberdaya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan tanggungjawab terhadap masyarakat maupun pemerintah.
2.      Peranan pemerintah merumuskan kebijakan pendidikan yang menjadi prioritas nasional dan merumuskan pelaksanaan MBS. Sekolah menjabarkannya sesuai dengan potensi lingkungan sekolah.
3.      Perlu dibentuk School Council (dewan sekolah/komite sekolah) yang keanggotaannya terdiri dari guru, kepala sekolah, orangtua peserta didik, dan masyarakat.
4.      MBS menuntut perubahan perilaku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi menjadi lebih profesional dan manajerial dalam pengoperasian sekolah.
5.      Dalam meningkatkan profesionalisme dan kemampuan manajemen yang terkait dengan MBS perlu diadakan kegiatan-kegiatan seperti pelatihan dan sejenisnya.
6.      Keefektifan MBS dapat dlihat dari indikator-indikator sejauh mana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses pembelajaran, pengelolaan sumberdaya manusia dan administrasi.
MBS mengembangkan satuan-satuan pendidikan secara otonom karena mereka adalah pihak yang paling mengetahui operasional pendidikan. Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan lingkungan setempat.
Masyarakat dituntut partisipasinya agar mereka lebih memahami kompleksitas pendidikan, membantu, serta turut mengontrol pengelolaan pendidikan. Sesuai dengan strategi ini, sekolah seyogianya bukan bawahan dari birokrasi pemerintah daerah, tetapi sebagai lembaga profesional yang bertanggungjawab terhadap klien atau stakeholders yang diwakili oleh Komite Sekolah. Namun, Komite Sekolah yang semestinya menjadi organisasi yang strategis dalam upaya membantu meningkatkan mutu pendidikan di daerah, belum optimal pemberdayaannya. Padahal keberadaan komite sekolah itu sangat penting sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2003.
Implementasi MBS akan berlangsung sangat efektif dan efisien apabila didukung oleh sumberdaya manusia yang profesional untuk mengoperasionalkan sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana prasarana yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran, serta dukungan masyarakat (orangtua). Berarti dengan pelaksanaan otonomi pendidikan, setiap sekolah dapat menerapkan pola manajemen baru sesuai dengan semangat otonomi itu sendiri.
Perbandingan Pola Pendidikan Nasional yang lama, yaitu pola pendidikan sebelum dilaksanakannya otonomi pendidikan kepada pola baru, yaitu pola setelah dilaksanakannya otonomi pendidikan(MBS).
Pola Lama
Pola Baru
Subordinasi
Otonomi
Pengambilan Keputusan Terpusat
Pengambilan keputusan partisipasi
Ruang gerak kaku
Ruang gerak Luwes
Pendekatan Birokratik
Pendekatan Profesional
Sentralistik
Desentralisasi
Diatur
Motivasi Diri
Over Regulasi
Deregulasi
Mengontrol
Mempengaruhi
Mengarahkan
Memfasilitasi
Menghindari Risiko
Mengelola Risiko
Gunakan uang semuanya
Gunakan uang seefisien mungkin
Individu yang cerdas
Teamwork yang cerdas
Informasi terpribadi
Informasi Terbagi
Pendelegasian
Pemberdayaan
Organisasi Hierarki
Organisasi Dasar
Sumber: Direktorat PLP Depdiknas, 2002: Konsep MPMBS
Pada pola lama, tugas dan fungsi sekolah lebih pada melaksanakan program daripada mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan program peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh sekolah. Sementara itu, pada pola baru, sekolah memiliki kewenangan lebih besar dalam pengelolaan lembaga, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif dan partisipasi masyarakat semakin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan dari pada pendekatan birokratis, dan sebagainya. Pada dasarnya MBS dijiwai oleh pola baru manajemen pendidikan masa depan sebagaimana digambarkan pada tabel tersebut di atas.

D.    Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut Fasli Jalal dan Dedi Supriadi “Manajemen Berbasis Sekolah adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi dalam bidang pendidikan”. Manajemen Berbasis Sekolah berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu di tingkat sekolah sehingga menjamin semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat. Selain itu juga, semakin meningkatnya otonomi untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi.
Sedangkan menurut E. Mulyasa “Manajemen Berbasis Sekolah merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Dengan adanya otonomi luas, maka sekolah memiliki kewenangan yang lebih luas dalam mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan sekolah.
Menurut Sudarwan Danim “Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu proses kerja komunitas sekolah dengan cara mene-rapkan kidah-kaidah otonomi, akuntabilitas, partisipasi, dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara bermutu”. Sekolah memiliki otonomi pengelolaan kompleks sekolah, tempat untuk dapat menciptakan kondisi sekolah yang efektif diperlukan partisipasi semua komunitas sekolah.
Dari ketiga pendapat para ahli tersebut dapat dipahami bahwa Manajemen Berbasis Sekolah sebagai desentralisasi kewenangan pembuatan keputusan pada tingkat sekolah merupakan kebutuhan yang harus dilaksanakan dalam rangka reformasi pendidikan dan upaya-upaya perbaikan peningkatan keefektifan proses pembelajaran dan ini merupakan salah satu reorientasi penyelenggaraan pendidikan.

E.     Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS)
MBS diartikan sebagai wujud dari “reformasi pendidikan”, yang menginginkan adanya perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kondisi yang lebih baik dengan memberikan kewenangan (otoritas) kepada sekolah untuk memberdayakan dirinya. Menurut Fattah MBS pada prinsipnya menempatkan kewenangan yang bertumpu kepada sekolah dan masyarakat, menghindarkan format sentralisasi dan birokratisasi yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi manajemen sekolah. Dalam konteks ini Mohrman, et al memandang MBS sebagai suatu pendekatan politik untuk meredesain dan memodifikasi struktur pemerintahan dengan memindahkan otoritas ke sekolah, memindahkan keputusan pemerintah pusat ke lokal stakeholders, dengan mempertaruhkan pemberdayaan sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Hal tersebut sejalan dengan dengan jiwa dan semangat desentralisasi dan otonomi di sekitar pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang menerapkannya. Jika berbicara masalah Manajemen Berbasis Sekolah yang merupakan wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.
Menurut E. Mulyasa karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.         Pemberian otonomi luas kepada sekolah
2.         Tingginya partisipasi masyarakat dan orang tua
3.         Kepemimpinan demokratis dan professional
4.         Teamwork yang kompak dan transparan
Secara eksplisit Bedjo Sujanto menjelaskan karakteristik MBS sebagai berikut:
1.      Tinjauan input pendidikan
a.       Siswa : sebagai masukan utama
b.      Mimeliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas
c.       Sumberdaya tersedia dan siap
d.      Staf yang kompeten dan dedikasi tinggi
e.       Memiliki harapan prestasi yang tinggi
f.       Fokus pada pelanggan (siswa/masyarakat);
g.      Input manajmen : tugas jelas, rencana rinci dan sistematis, program kerja, aturan jelas, pengendalian mutu yang jelas.
2.      Tinjauan proses pendidikan
a.       Proses belajar-mengajar yang efektif;
b.      Kepemimpinan sekolah yang kuat;
c.       Lingkungan sekolah yang aman dan tertib;
d.      Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif;
e.       Sekolah memiliki budaya mutu;
f.       Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis;
g.      Sekolah memiliki kewenagan/kemandirian;
h.      Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat;
i.        Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen;
j.        Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (secara psikologis dan fisik);
k.      Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan;
l.        Sekolah responsif dan antisipatif terhadap perubahan kebutuhan;
m.    Mampu memelihara dan mengembangkan komunikasi yang baik;
n.      Sekolah memiliki akuntabilitas publik yang kuat.
3.      Tinjauan output pendidikan
a.       Prestasi siswa yang tinggi : sebagai hasil PMB yang bermutu;
b.      Prestasi sekolah (akdemik dan non akademik);
Menurut Ibrahim Bafadal,terdapat tiga karakteristik kunci MBS, sebagai berikut : Pertama, kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berhubungan peningkatan mutu pendidikan didesentalisasikan kepada para stakeholder sekolah. Kedua, manajemen peningkatan mutu pendidikan mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan, mencakup keuangan, kepegawaian, sarana dan prasarana, penerimaan siswa baru dan kurikulum. Ketiga, walaupun keseluruhan manajemen peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke sekolah-sekolah, namun diperlukan regulasi yang mengatur fungsi kontrol pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah. Menurut Mulyasa (2004, hlm. 36) ”Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem administrasi secara keseluruhan”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa secara substansial karakteristik MBS adalah pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional, serta adanya team work yang tinggi dan profesional.
                                                                                               
F.      Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Depdiknas dalam Mulyasa (2004, hlm. 38) menyatakan bahwa “terdapat empat faktor penting yang harus diperhatikan dalam implementasi MBS yaitu : kekuasaan, pengetahuan dan keterampilan, sistem informasi, serta sistem penghargaan”.
1.        Kekuasaan yang dimiliki sekolah
Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan dibandingkan dengan sistem manajemen pendidikan yang dikontrol oleh pusat. Besarnya kekuasaan sekolah tergantung bagaimana MBS diterapkan. Pemberian kekuasaan secara utuh seperti dituntut MBS tidak mungkin dilaksanakan sekaligus, tetapi memerlukan proses transisi dari manajemen terpusat ke MBS. Kekuasaan lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan secara demokratis, antara lain dengan melibatkan semua pihak khususnya guru dan orang tua peserta didik membentuk pengambil keputusan dalam hal relevan dengan tugasnya, menjalin kerjasama dengan masyarakat dan dunia kerja.
2.        Pengetahuan dan keterampilan
Kepala sekolah beserta seluruh warganya (guru-gurunya) senantiasa belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya secara berkesinambungan.
3.       Sistem informasi yang jelas
Sekolah yang melaksanakan MBS perlu memiliki informasi yang jelas tentang program yang netral dan transparan, karena dari informasi tersebut seseorang akan mengetahui kondisi sekolah. Informasi ini sangat penting untuk dimiliki sekolah, antara lain berkaitan dengan kemampuan guru, prestasi peserta didik, kepuasan orang tua dan peserta didik, serta visi dan misi sekolah yang menjadi nilai jual.
4.        Sistem penghargaan
Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan bagi warganya ( guru-gurunya) yang berprestasi, terutama untuk mendorong karirnya. Sistem ini diharapkan mampu meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja kalangan warga sekolah.










PENUTUP

Manajemen Berbasis Sekolah sebagai desentralisasi kewenangan pembuatan keputusan pada tingkat sekolah merupakan kebutuhan yang harus dilaksanakan dalam rangka reformasi pendidikan dan upaya-upaya perbaikan peningkatan keefektifan proses pembelajaran dan ini merupakan salah satu reorientasi penyelenggaraan pendidikan.
Karakteristik MBS pemberian otonomi luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua, kepemimpinan yang demokratis dan profesional, dan team work yang kompak dan transparan. Faktor yang terpenting dalam MBS adalah : Kekuasaan yang dimiliki sekolah, pengetahuan dan keterampilan, sistem informasi yang jelas, dan sistem penghargaan.
Selanjutnya fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah meliputi:
1.         perencanaan dan evaluasi program sekolah
2.         Pengelolaan kurikulum
3.         Pengelolaan proses belajar mengajar
4.         Pengelolaan ketenagaan
5.         Pengelolaan peralatan dan perlengkapan
6.         Pengelolaan biaya pendidikan
7.         Pelayanan terhadap Siswa
8.         Interaksi Sekolah dan Masyarakat
9.         Pengelolaan kondisi Sekolah yang lebih kondusif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar